Antara dingin dan masa lalu


Kafetaria punya cerita
Tidak tahu mengapa tersa dingin, padahal jaket dan baju ini cukup tebal. Mungkin bukan badan ini yang terasa dingin, aku tidak tahu. Banyak sekali sekumpulan mahasiswa disini, saling duduk berdampingan tapi tak saling mengobrol satu sama lain. “Let Her Go” adalah judul lagu yang menemani malam ini karena salah satu teman saya sering memutar lagu ini ,jadi selalu terlintas lirik dan melodinya di pikiranku. Lagu ini dan juga perbincangan dengan teman teman siang hari tadi semakin membuat saya berpikir. Salah satu teman mengatakan “ awakmu iku koyok gelas, tapi isi ne wes penuh, yok opo kate di isi maneh” (kamu itu seperti gelas, tetapi isinya sudah penuh, bagaimana mau diisi lagi). Apakah aku harus menghilangkan rasa kagum ini, rasa kagum yang selalu ada yang mengisi setiap sudut hati dan pikiranku. Aku hanya bisa memajang nama itu sebagai latar belakang layar laptopku. Ya, keadaan ini ibarat tukang parkir, punya banyak sepeda motor dan mobil tetapi tak bisa memiliknya, karena hanya bisa menjaga.
Salah satu pacar baru teman saya dulunya seorang atlit panah. Dari hal ini saya berpikir tentang filosofi panah, semakin ditarik kebelakang maka anak panah akan semakin melaju kedepan dengan cepat. Apakah aku harus mengingat semua hal yang pernah aku lakukan setelah itu memendamnya dalam dalam agar dapat melihat masa depan dengan lebih baik? Mungkin akan aku coba pelan pelan dulu meskipun terasa sulit. Sambil menghisap asap rokok ini dalam dalam melalui paru paruku, tak terasa sudah hampir sepuluh kali lagu ini kuputar. Kafetaria ini masih terasa dingin.

Komentar